Berminggu-minggu terakhir kita dimanjakan dengan berita tentang Polri VS KPK. Pusing-pusing sedap dengerinya. karena sebagai orang awam saya ga begitu ngurus dengan apa yang terjadi pada orang-orang atas sana, tetapi disisi lain tertarik juga mengikutinya. hitung-hitung belajar tentang karakter orang lain dilihat dari gaya bicaranya, gaya berpakaian, dan banyak lagi yang dapat diambil pelajaran selain konteks yang dibicarakan. Mencoba mencermati apa yang dipermasalahkan dari dua institusi terhormat tersebut jadi ingat jaman waktu SD doloe. bukan hanya "korupsi" yang dibahas di acara TV, melainkan "KKN" Korupsi Kolusi dan Nepotisme. satu kesatuan utuh yang menghancurkan negara. Akhir-akhir ini untuk dua hal yang terakhir sangat jarang disebut, saya pun terakir kali membicarakan hal tersebut pada saat kuliah filsafat dan mendapat tugas membuat makalah tentang hal tersebut, dan kami mendiskusikanya diwaruh "HIK" saat perjalanan wisata bersama teman-teman saat itu. masih sangat ingat saat itu kita membicarakan hakekat ketiga hal tersebut. temen saya yang almarhum Sandi bilang, "ga usah sok-sokan bilang KKN kalau kita ga ngerti hakekatnya atau bahkan kita sendiri masih terbelit haltersebut didalamnya karena ketidaktahuan kita dan keterbiasaan akan budaya KKN."
Yang pertama adalah "Korupsi". korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. pengertian lain adalah Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dengan melakukan perubahan ketentuan yang baik menjadi buruk dilihat dari segi moral, cara atau tindakan, dengan bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan, sehingga merugikan negara atau kepentingan umum.Korupsi adalah perbuatan manusia yang bersifat alami, seperti halnya dengan perbuatan-perbuatan yang lain, sehingga korupsi dapat saja terjadi di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Hal ini karena Tuhan melengkapi manusia dengan kompetensi tertentu yang memungkinkan manusia dapat berbuat korup.Karena korupsi merugikan negara dan kepentingan umum maka dipandang sebagai tindak kriminal, dan pelanggarnya dikenai sanksi hukum sesuai dengan KUHP.
Yang kedua adalah "Kolusi". Kolusi adalah kerjasama atau persekongkolan secara diam-diam untuk maksud tidak terpuji. dan tentunya merugikan orang lain. kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
yang terakhir adalah "Nepotisme". Kata nepotisme berasal dari bahasa inggris, yaitu nepotism, artinya kecenderungan untuk mengutamakan ( menguntungkan ) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan , pangkat di lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan. Nepotisme adalah lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. kalau sekarang untuk melanjutkan dinasti disebuah kantor pemerintahan lah mungkin. kalau diperusahaan pribadi sie menurut aku ga papa. kalau di instansi pemerintahan itu yang sangan tak elok dipandang. bisa menimbulkan fitnah yang luar biasa, dan juga buat orang lain berdoasa karena orang lain akan selalu ber"suuzon".
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Suap (KKN) di Indonesia bukan lagi merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di mana-mana dan bahkan mungkin sudah menjadi gaya hidup. Kini, setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa praktik KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar