Latihan olahraga
merupakan adaptasi fisik yang sistematis melalui peningkatan kapasitas fisiologis
tubuh secara bertahap terhadap kerja otot. Latihan yang tepat dengan hasil
maksimal harus berdasarkan pada sistem energi yang terlibat dalam aktivitas
otot sesuai dengan jenis olahraganya. Sistem energi pada otot ada tiga macam,
yaitu sistem energi anaerobik alaktik, anaerobik laktik dan aerobik. Berikut tabel waktu kerja menurut persentase kontribusi sistem-sistem energi aerob/anaerob
(MacDougal, dkk, 1983:.42)
Max Effort
Work Time
|
Anaerobic
Alactic
|
Anaerobic
Lactic
|
Aerobic
|
5 sec
10 sec
30 sec
1 min
2 min
4 min
10 min
30 min
1 h
2 h
|
85
50
15
8
4
2
1
1
1
1
|
10
35
65
62
46
28
9
5
2
1
|
5
15
20
30
50
70
90
94
97
98
|
Dalam kegiatan olahraga
ketiga macam sistem energi ini selalu terpakai bersama-sama pada saat
dimulainya aktivitas, akan tetapi dalam proporsi yang berlainan. Kontribusi
ketiga sistem energi ini tergantung dari intensitas aktivitas. Menurut Prof.Dr.M.Doewes,
dr. Generalisasi
semacam tabel tersebut dalam beberapa hal dapat menyesatkan. Pendekatan ini
hanya bermanfaat untuk aktivitas yang berkesinambungan contohnya
dalam sepak-bola
yang berlangsung lama (1,5 jam) yang terdiri atas serangkaian ledakan-ledakan
pelepasan energi berkecepatan tinggi 5 - 20 dtk yang dipisahkan oleh
periode-periode pemulihan berintensitas rendah. Oleh karena
itu, anggapan bahwa nomor-2 yang memakan waktu sangat singkat hanya
menghendaki pelatihan anaerob, sedangkan nomor-2 dengan waktu yang lama hanya
membutuhkan pelatihan aerob saja ”merupakan anggapan yang menyesatkan” (MacDougall,
dkk, 1983).
Dalam melakukan
latihan fisik harus benar-benar terukur, karena fisik merupakan komponen utama
dalam prestasi olahraga. Hal tersebut tentunya erat kaitanya dengan metode
evaluasi yang dilakukan pelatih terhadap atlitnya dalam menentukan takaran atau
dalam hal ini adalah intensitas latihannya. Dalam menentukan intensitas latihan
harus mengetahui parameter tertentu sebagai alat evaluasi. Ada beberapa metode
atau parameter yang digunakan pelatih dalam menentukan intensitas latihan. Dalam
bahasa yang sederhana yaitu untuk mengetahui ambang batas antara kerja dengan
menggunakan sistem energi aerobik menuju sistem anaerobik ( anaerobic
treshold). Sebelum membahas tentang parameter menentukan intensitas latihan
kita harus tau apa sebenarnya hakekat dari “intensitas”. Kata intensitas berasal dari Bahasa
Inggris yaitu intense yang berarti semangat, giat (John M. Echols, 1993: 326).
Sedangkan menutrut Nurkholif Hazim
(2005: 191), bahwa: “Intensitas adalah kebulatan tenaga yang dikerahkan untuk
suatu usaha”. Jadi intensitas secara sederhana dapat dirumuskan sebagai usaha
yang dilakukan oleh seseorang dengan penuh semangat untuk mencapai tujuan.
Jika dikaitkan dengan intensitas
latihan, beberapa ahli mendefinisikan tentang intensitas sebagai berikut. Moeloek
(1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”.
Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing
a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus
diselesaikan dalam waktu tertentu. Hidayat (1990:53) menyatakan, “Semua gerakan
yang eksplosif memerlukan energi yang besar”. Ini berarti pengeluaran energi merupakan
indikasi tingkat intensitas suatu pekerjaan.
Untuk mengetahui suatu intensitas
latihan atau pekerjaan terdapat bebrapa metode, berikut beberapa metode yang
bisa digunakan untuk menentukan intensitas latihan.
1.
Hert Rate
Harsono (1988:115) menjelaskan,
“Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, yang paling mudah adalah
dengan cara mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan Mc
Ardle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:
a. Intensitas latihan dapat diukur
dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadu meksimum
(DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya
= 220 – 20 = 200.
b. Takaran intensitas latihan
1) Untuk olahraga prestasi: antara
80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut taakaran
intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160
sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
2) Untuk olahraga kesehatan: antara
70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga
menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaaran intensitas latihannya sebaiknya
adalah70%-85% kaali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit. Angka-angka
160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan
bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan oraaang yang berumum 40 tahun tersebut
berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut
training zone.
3) Lamanya berlatih di dalam training
zone untuk olah raga prestasi: 45-120 menit dan untuk olahraga kesehatan: 20-30 menit.
Menurut
Fox jelas denyut jantung maksimal = 220 – umur, sedang menurut Richard Rost
denyut jantung maksimal tergantung pada faktor-faktor biologis, usia, keterlatihan.
Menurutnya ia harus dites dengan ECG kapan ia mengalami ischaemic. Menurut
Richard, denyut latihan adalah 50% HRR+denyut istirahat, dimana HRR (heart rate
reserve) = HRM (heart rate maximal) – denyut nadi istirahat. Menurut Karponen,
denyut latihan = 80% HRR+denyut istirahat.
2.
Asam
Laktat
Normal
seseorang akan mengalami kelelahan bila ia bekerja terus menerus dengan tingkat
kerja tertentu dan asam laktat di tubuhnya lebih dari 4 mmol/1 liter darah. Pengukuran
dilakukan berkali-kali dengan tingkat kerja yang makin meningkat, dimana setiap
peningkatan akan diambil darahnya dan diukur kapan kadar asam laktatnya 4mmol.Tingkat
kerja ini bisa lari dengan kecepatan tertentu atau memakai Ergocycle yang beban
terukur. Untuk atlet tertentuternyata pada saat ambang anaerobik didapatkan
denyut jantung yang sangat berbeda dengan formula umur. Bila ia dalam ambang
anaerobik, maka denyut jantungnya dianggap optimal. Sekarang ukuran denyut
jantung yang memakai metode asam laktat dapat dipakai sebagai patokan baru bagi
pelatih dalam melatih fisik yang bersifat aerobik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar