Masih sangat ingat setiap detai pertandingan
sepakbola timnas sea games indonesia yang pergi ke myanmar, pada babak
penyisihan grup di pertandingan ke tiga melawan saudara mudanya (timor leste)
“hanya” mampu bermain imbang, kenapa? Banyak faktor yang mempengaruhi
dariperolehan hasil tersebut, yang jelas dalam teori prestasi olahraga, faktor
penentu prestasi itu ada lima, Fisik, teknik, taktik, mental dan yang terakhir
adalah keberuntungan, untuk kasus timnas sea games kali ini faktor mana yang
kurang? Coach RD dan punggawanya lah yang tau.
Sedikit berbicara pada faktor yang pertama “kondisi
fisik” yang merupakan faktor utama sebagai pondasi untuk meningkatkan performa
faktor-faktor selanjutnya, dalam latihan kondisi fisik banyak sekali item yang
wajib diperhatihan, mulai prinsip latihan, faktor latihan, sarana prasarana dan
lain sebagainya, semua jadi pertimbangan khusus dalam menentukan program
latihan. Untuk cabang olahraga beregu, kecenderungan latihan fisik yang
“seadanya” sudah menjadi trend di indonesia. Sepak bola, bolavoli, basket, dll.
Salah satu hal yang sangat kecil dan sering
dilupakan oleh para manager tim olahraga beregu adalah prinsip latihan
individual, pada prinsipnya masing-masing individu berbeda satu dengan yang
lainya, dalam latihan setiap individu
juga memppunya kemampuan yang berbeda-beda. Seyogyanya dalam melakukan
latihan fisik setiap individu diprogramkan dan dilaksanakan berdasarkan
karakteristik serta kondisi individu masing-masing atlet dan hal tersebut akan
lebih berarti.
Berdasarkan pengalaman latihan yang saya alami
jaman doloe, waktu masih usia belasan tahun awal (adolesence awal), pelatih
memberi beban latihan kepada saya sama seperti beban latihan senior saya yang
sudah bermain untuk tim samator surabaya. (tapi ya tak lakukan) karena ketidak
tahuan dan ketakutan terhadap sang pelatih. Hasilnya?? Alhamdulillah . hehehe,
begitu udah gede dan sering jalan-jalan nyambangi beberapa klub olahraga yang
ternama di indonesia, ternyata sama saja sistem latihan fisiknya dengan yang dilakukan
di daerah asal saya yang masih “ndeso” itu. MasyaAllah. . . hehehe
Bebara waktu kemaren sempat ngadakan wawancara
eksklusif di warung kopi dengan salah satu punggawa tim sepak bola ternama di
Indonesia, temuan dari hasil wawancra tersebut menyatakan “sama saja” . nih
sedikit potongan wawancara saya gan.
Saya: Gimana proses latihanya dengan pelatih yang baru?
Mr.X: enak sam, ni mw TC untuk persiapan piala gubernur.
Saya: wah, mantap itu.. TC itu apa? Tes contact? Hehehhehe..
kalau latihan fisik gimana?
Mr.X: menggunakan sistem “circuit training”.
Saya: owhh, (dalam hati bingung dengan istilah aneh2). Trus
beban latihanya gimana?
Mr.X: ya semua sama, tinggal pindah pindah tiap stationya,.
Saya: berarti bebanmu sama ma Bek (*&(^%$#) itu?
Mr.X: iya sama.
Saya: weleh weleh.
Itu penggalan ngobrol saya ma pemain hebat itu,
poin pentingnya, dy itu posturnya kecil, baru masuk tim senior, dan beban
latihanya disamakan dengan bek tangguh yang posturnya ideal untuk ukuran eropa.
Kalau nurut Mr. Harsono dalam bukunya yang kemaren tak buka ternyata udah
sangat kusam, beliau mengatakan bahwa: faktor-faktor seperti umur, jenis
kelamin, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih,
tingkat kesegaran jasmaninya, ciri-ciri psikologisnya, semua itu harus ikut
dipertimbangkan dalam menyusun program latihan. Latihan yang dilakukan harus
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu
atlet. Program latihan yang disusun dan pembebanan yang diberikan dalam latihan
harus sesuai dengan kondisi tiap-tiap individu.
Kira2 bebera kasus di atas kalau dikaitkan dengan
prinsip keadilan masuk ga ya? Maksudnya, tujuan latihan itu kanmembuat tiap
individu mencapai derajat tertinggi, analoginya jika dalam perjalanan menuju
tempat yang sama, tapi berangkatnya dari tempat yang berbeda, kira2 bekal yang
disiapkan sama atau ga? Pastinya ga akan pernah sama. Analogi lain adalah jika
dalam sebuah keluarga mempunyai dua anak, yang satu masih duduk di bangku
sekolah dasar, sedangkan yang satunya sudah di bangku kuliah, uang saku yang
diberikan orang tuanya pasti ga akan sama, jika adeknya yg masih SD diberi uang
saku sama dengan kakaknya yang sudah kuliah, dikhawatirkan si adek akan membeli
barang2 yang tidak bermanfaat ata bahkan berefek buruk bagi dirinya, begitupun
sebaliknya, jika sang kakak diberi uang saku sama dengan adeknya, pasti ga akan
pernah cukup, karena kebutuhan kuliah lebih besar dari pada yang masih SD.
So,,, secara filosofis keadilan dalam olahraga,
penerapan “prinsip individual” secara
bijaksana adalah hal paling adil yang harus dilakukan oleh setiap pelatih
olahraga. Jadi jangan dilihat hanya sebatar dari kemampuan teknik yang
mengagumkan ataupun strategi pelatih yang briliant atau bahkan hanya
mengandalkan dukungan para suporter yang fanatik untuk meningkatkan mental
pemain, tapi pondasi dasar ( phisic ability) juga wajib diperhatikan. Dan
tentunya masih banyak faktor-faktor lainya yang mempunyai tingkat krusialitas
sama dengan dengan bahasan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar